NILAI TUKAR DINAR DIRHAM
24-07-2014 , Kamis Pagi

DINAR EMAS
Nisfu (1/2) Dinar - Rp. 0,-
Dinar - Rp. 0,-
Dinarayn - Rp. 0,-

DIRHAM PERAK
Daniq (1/6) Dirham - Rp. 0,-
Nisfu (1/2) Dirham - Rp. 0,-
Dirham - Rp. 0,-
Dirhamayn - Rp. 0,-
Khamsa - Rp. 0,-
Depok, 30 Juli 2012
Meluruskan Rukun dan Cara Penarikan Zakat
Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara
Di bulan Ramadhan banyak Muslim membayarkan zakatnya. Prosedur dan tata caranya perlu dikrestorasi.

Zakat adalah satu dari lima rukun Islam, hukumnya wajib, yang memiliki kedudukan sejajar dengan salat. Perintah berzakat selalu dipadukan dengan perintah bersalat (dalam redaksi 'aqimusalat wa atuzzakat' dan sejenisnya), sebanyak 29 kali dalam Al Qur'an. Dasar perintah zakat adalah surat At Taubah ayat 103 yang berbunyi:
'Ambillah zakat dari kekayaan mereka untuk membersihkan dan mensucikan mereka dengannya. Dan berdoalah untuk mereka, sungguh doamu mendatangkan ketentraman bagi mereka. Allah Maha mendengar, Maha mengetahui.'
Ijma' para ulama menyatakan bahwa awal ayat ini dalam bentuk fi'il amr (Khud) menunjukkan bahwa zakat harus diambil dari, dan bukan diserahkan oleh, muzakki. Ini mensyaratkan adanya otoritas yang melakukannya, baik secara langsung, atau dengan cara menunjuk seseorang lain sebagai amil. Dengan kata lain seorang amil hanya sah sebagai amil kalau dia memiliki, atau menerima delegasi, atas otoritas untuk itu. Bukan menunjuk dirinya sendiri, sebagaimana hampir semua Lazis dan Bazis, yang beroperasi saat ini.

Penyandingan zakat dan salat dalam satu kesatuan dan perintah pengambilannya oleh suatu otoritas menunjukkan bahwa zakat, berbeda dari salat yang merupakan urusan privat, adalah urusan publik. Zakat, selain merupakan ibadah wajib, adalah institusi politik dalam Islam. Tegaknya zakat sebagai rukun Islam mensyaratkan, dan menunjukkan, tegaknya tata pemerintahan dalam Islam.

Sejak Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam, yang kemudian diteruskan oleh Khulafaurrasidin, terus sampai ke sultan-sultan sepanjang ada pemerintahan Islam, zakat dilaksanakan sesuai dengan rukunnya. Fikih empat madhhab besar pun menegaskan soal ini. Bewley (2005) menunjukkan hal ini dalam kutipan berikut:
'Imam al-Sarakhsi, ulama terkemuka dari madhab Hanafi, dalam kitabnya al-Mabsut menyatakan, "Zakat merupakan hak Allah dan untuk dikumpulkan dan dibagikan oleh seorang pemimpin Muslim atau pihak yang ditunjuknya. Kalau seseorang membayarkan zakatnya kepada orang lain, hal ini tidak menggugurkan kewajibannya membayar zakat."

Imam Malik dalam kitabnya Muwatta menyatakan "Pembagian zakat terserah menurut penilaian individual orang yang memegang otoritas...Tidak ada ketentuan pasti tentang porsi bagi amil zakat kecuali sesuai dengan yang dianggap tepat oleh pemimpin kaum Muslim"

Imam ash-Shafi'i dalam kitab al-Um menyatakan tentang kategorisasi dari Al Qur'an soal 'mereka yang mengumpulkannya' sebagai mereka yang ditunjuk oleh khalifah kaum Muslim untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.

Imam Ahmad dikutip dalam kitab as-Sharih ar-Rabbani li Musnad Ahmad menyatakan, "Hanya khalifah saja yang mengemban otoritas dan tanggung jawab untuk mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, apakah dilakukannya sendiri atau melalui orang yang ditunjuknya, dan dia juga berhak dan bertanggungjawab untuk memerangi mereka yang menolak membayarkannya."
Dari kutipan di atas sangat jelas bahwa prasyarat pertama yang harus dipenuhi, dan aspek yang harus diluruskan dari praktek pengambilan zakat saat ini, adalah menegakkan otoritas. Memang benar bahwa dalam waktu 80 tahun terakhir, sejak runtuhnya kekhalifahan Utsmani, 1924, otoritas semacam itu telah tidak ada lagi. Tetapi hal ini tidak berarti lalu rukun zakat telah berubah, dan mengubahnya menjadi sedekah privat seperti yang dipraktekkan saat ini bisa dibenarkan pula. Sebagaimana selanjutnya dikatakan oleh Bewley:
Sepanjang kurun sejarah Islam acap terjadi ketika kekuasaan dan otoritas seorang khalifah tidak mencapai banyak wilayah umat tetapi [hal ini] tidak menghambat pelaksanaan zakat secara penuh dan benar di wilayah-wilayah tersebut. Dalam keadaan demikian pemimpin politik lokal kaum Muslimin akan bertindak atas nama khalifah dan menunjuk amil dan mengorganisir pembagian zakat di daerahnya. Jelas menjadi tanggung jawab kita sebagai Muslim di zaman gelap tanpa khalifah ini untuk melakukan hal yang sama.
Dalam konteks kita sekarang 'melakukan hal yang sama' sebagaimana dalam kutipan di atas berarti menegakkan kepemimpinan lokal umat Islam, tentu melalui cara dan mekanisme yang benar. Bagaimana hal ini bisa dilakukan adalah melalui penunjukkan Amir-amir di kalangan umat Islam. Kaum Muslimin harus kembali berjamaah dan menetapkan satu di antaranya sebagai seorang pemimpin, yang disebut sebagai Amir.

Dasar pilihan ini adalah ajaran Rasulallah saw, dan tradisi yang dilakukan oleh umat Islam, bila ada tiga orang atau lebih bersama-sama, bahkan hanya untuk sebuah perjalanan, maka satu di antaranya dipilih sebagai Amir yang bertindak selaku pemegang otoritas. Al-Mawardi dalam mengawali kitabnya al-Ahkam as-Sultaniyyah juga menyebutkan:
Kepemimpinan ditetapkan untuk melanjutkan kerasulan sebagai cara untuk menjaga dien dan mengelola urusan dunia. Merupakan ijma bahwa seseorang yang hendak melaksanakan sebuah tanggung jawab dalam posisi ini untuk melaksanakan Kontrak Kepemimpinan atas Umat.
Otoritas diberikan kepada seorang pemimpin oleh warga jamaah dalam bentuk baiat kepadanya sebagai bentuk kontrak tersebut. Tata cara dan lafal baiat mengikuti sunah nabi sebagaimana dipraktekkan di Madinah al Munawarrah, ketika seseorang ber-baiat kepada Rasulallah, sallalahu alayhi wa sallam, atau para pemimpin umat sesudahnya. Dalam kitab Al Muwatta, buku ke-55, Imam Malik meriwayatkan:
Malik meriwayatkan kepada saya dari Abdullah ibn Dinar bahwa Abdullah ibn Umar menulis kepada Abd al-Malik ibn Marwan, menyatakan sumpah-setia. Ia menulis, 'Bismillahirrahmanirrohim. Kepada hamba Allah, Abd al-Malik, Amir-al Mukminin. Assalamu'alaikum. Saya memuji Allah untukmu. Tiada tuhan selain Dia. Saya menyatakan hak Anda atas pendengaran dan kesetiaan saya menurut sunnah Allah dan sunnah Rasulallah semampu saya.
Dengan adanya sejumlah umat yang berjamaah, dan seorang Amir yang menerima baiat, yang lafalnya mengikuti sunah sebagaimana dikutip dari Muwatta di atas, terbentuklah sebuah kesatuan otoritatif, sebuah Amirat. Amir yang terpilih ini kemudian menjalankan sejumlah kewajiban dan melayani umat berupa:

  • Mencetak koin dinar dan dirham dan mengawasi kesesuaiannya dengan ketetapan syariat. Standar yang dipakai adalah sesuai dengan yang ditetapkan oleh Khalifah Umar ibn Khatab. Satu dinar adalah koin emas 4.25 gr, 22 karat; dan satu dirham adalah koin perak murni, 2.975 gr.
  • Menyelenggarakan, mengimami, dan menjadi khatib dalam salat Jum'at dan dua Id (Idul Fitri dan Idul Adha), atau menunjuk penggantinya untuk tugas ini.
  • Menetapkan dan mengumumkan awal dan akhir bulan Ramadhan (juga berarti menetapkan Hari Raya Idul Fitri, selain Idul Adha).
  • Menarik zakat (dalam bentuk ayn, dinar dan dirham untuk zakat mal), atau menunjuk seseorang yang mampu dan dapat dipercaya, sebagai amil untuk mewakilinya, kemudian membagikannya kepada yang berhak dalam waktu secepatnya.
  • Memimpin dan menyelenggarakan berbagai kegiatan kesejahteraan umat, seperti pengajian, majelis dzikir, pengelolaan pendidikan, dan kegiatan sosial lainnya. Untuk menegakkan rukun ini Amirat Indonesia sejak 2009, melakukan penarikan dan pembagian zakat melalui Baitul Mal Nusantara (BMN). Sampai saat ini BMN telah membagikan zakat mal sekitar 12.000 Dirham perak di berbagai wilayah di Indonesia.


Agar mustahik mudah memanfaatkan Dinar atau Dirham mereka BMN bersama Jawara (Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham Nusantar) secara reguler menyelenggarakan Festival Hari Pasaran (FHP). Kegiatan Jawara dapat dilihat di www.jawaradinar.com. FHP telah diadakan sekitar 100 kali. Saat ini BMN juga menyiapkan pembangunan Suq Muamalah, di Sawangan, Depok.



Harta zakat di BMN 100% dibagikan kepada mustahik. Zakat tidak boleh digunakan untuk overhead, biaya administrasi, atau pun sesuatu program. Hak menggunakan uang zakat sepenuhnya ada di tangan para mustahik.


Info lebih lanjut:



Baitul Mal Nusantara (BMN)

www.bmnusantara.org

Jl. M Ali No. 2 RT 003/Rw 04
Kel Tanah Baru - Kota Depok 16426
Telp. 7756071-7752699
email: [email protected]

Dibaca : 2317 kali


Bookmark and Share

lainnya
Index kategori : Artikel
Facebook   Twitter   Yahoo Group   You Tube   Baitul Mal Nusantara
© WAKALA INDUK NUSANTARA                                                                                                                        DISCLAIMER   SITEMAP   SITE INFO