Zakat wajib hukumnya, dan yang tanpanya berarti ada rukun Islam yang roboh, dan artinya tidak ada Islam. Menjadi kewajiban bagi otoritas Islam untuk menegakkan zakat. Sikap Khalifah Abu Bakar r.a dalam menegakkan rukun zakat harus selalu menjadi rujukan kita.
Ketika Rasulullah Muhammad SAW wafat pada tanggal 12 Rabiul Awal, 11 Hijriah, Abu Bakar Ash Shiddiq RA diangkat menjadi khalifah pertama. Beliau pada awal pemerintahan harus berhadapan dengan para pembangkang zakat. Jadi Islam dihadapkan pada dua keadaan; antara tetap eksis atau lenyap seketika. Penyebabnya adalah penyakit hati berupa bakhil (pelit) yang meracuni mayoritas kabilah-kabilah Arab, karena nabi telah tiada. Mereka merasa cukup telah berislam bila telah membayar zakat fitrah (individu) berupa 1 sha' bahan makanan pokok, tanpa mau membayar zakat harta. Padahal ini satu pokok dari Rukun Islam.
Kabilah-kabilah Arab yang murtad ini, berani mengusir amil zakat utusan khalifah untuk memungut zakat di kabilah mereka. Mereka hanya bersedia membayar zakat fitrah saja, dan menolak membayar zakat mal. Bahkan ada di antara mereka yang menolak membayar zakat apapun, karena Rasulullah SAW telah wafat. Kata mereka tidak ada kewajiban zakat lagi atas mereka, sebab mereka bersyahadat kepada Nabi Muhammad SAW bukan kepada Abu Bakar. Tentu saja Khalifah Abu Bakar radhiyallahu anhu marah.
Dalam pernyataannya yang tegas, Khalifah Abu Bakr, mengatakan: "Demi Allah, saya akan perangi setiap orang yang memisahkan salat dan zakat. Zakat adalah kewajiban yang jatuh pada kekayaan. Demi Allah kalau mereka menolak saya dalam membayarkan apa-apa yang dulu mereka bayarkan kepada Rasul Allah, Sallallahu'alaihi wassalam, saya akan perangi mereka!"
Dan Khalifah Abu Bakar bukan cuma bicara, ia lalu benar-benar mengirim laskar untuk memerangi mereka, agar mereka bertaubat dan mau membayar zakat. Karena mayoritas kabilah di Jazirah Arab murtad, dan tidak tersisa selain di pusat pemerintahan Islam yang masih kuat, yaitu di Madinah dan Mekkah, Abu Bakar RA terpaksa mengirimkan laskar mujahiddin sebanyak sebelas bendera (batalyon), yaitu:
1. Batalyon Khalid bin al Walid, untuk memerangi Najd (Riyadh) dan al Battah.
2. Batalyon Ikrimah bin Abu Jahal, untuk memerangi Yamamah.
3. Batalyon Syarjil, untuk bantuan tempur memerangi Yamamah.
4. Batalyon Tharifah bin Hajiz, untuk memerangi Bani Sulaim dan Kabilah Hawazin.
5. Batalyon Amru bin Ash, untuk memerangi Kabilah Qadha'ah, Wadi'ah, dan al-Harits.
6. Batalyon Khalid bin Sa'id, untuk memerangi Syam.
7. Batalyon Al-Ala' bin al Hadrami, untuk memerangi Bahrain, yaitu kabilah Abdul Qais dan kabilah Rabi'ah.
8. Batalyon Khuzaifah bin Muhshin , untuk memerangi Diba, Oman.
9. Batalyon Arfajah bin Hartsumah, untuk memerangi Mahrah.
10.Batalyon al Muhajir bin Abi Umayyah, untuk memerangi Shan'a, Yaman.
11.Batalyon Suwaid bin Muqrin, untuk memerangi Tuhamah, Yaman.
Para pemimpin laskar mujahidin agung itu melakukan tugasnya dengan memerangi para pengkhianat yang murtad, memutus mata rantai mereka, melumpuhkan propaganda sesat, dan memberi pelajaran bagi seluruh kaum muslimin dari generasi ke generasi, bahwa Islamnya seseorang haruslah utuh (kaffah) dan jangan mengurangi atau menambahkan apa-apa yang ada pada dienul Islam. Dahsyatnya makar ini ditulis oleh At Thabari dalam Tarikh Ibnu Jarir at Thabari, juz 3.
Pembangkang Zakat Harta pada Masa Kini
Pada zaman kita kini, ketaatan umat Islam terhadap kewajiban zakat juga memprihatinkan. Jurang antara potensi zakat dan realisasinya sangat lebar. Tetapi, selain itu, ada juga persoalan mendasar yang kita hadapi, yakni penetapan nisab zakat mal. Secara syariat nisab zakat mal ditetapkan hanya dengan (dinar) emas dan (dirham) perak. Kenyataannya kita masih menggunakan uang kertas (rupiah). Lalu, bagaimana seorang muslim mampu membayar zakat harta, bila ia tidak tahu berapa nisab zakat mal?
Sayangnya kini sangat sedikit ulama dan ustadz yang tahu perkembangan ukuran nisab zakat dengan uang kertas, misalnya nisab riyal, dolar, atau rupiah. Sebab semua uang kertas sejatinya tidak berharga, dan merupakan wasilah (perantara alat) dari Riba. Sehingga uang riba ini selalu berubah-ubah nilainya sesuai kehendak para spekulan valas. Akibat dari bid'ah penggunaan mata uang kertas yang riba ini, maka seluruh kaum muslimin sedunia kesulitan dalam menetapkan nisab harta mereka. Lalu bagaimana mereka bisa membayar zakat kalau nisabnya saja tidak tahu?
Ulama dan ustadz modern berlepas diri dari kewajiban dakwah mereka, paling-paling hanya memberi solusi bahwa zakat mal itu nisabnya 85 gram emas atau 600 gram perak murni. Nah, lalu berapa harga emas dan perak tersebut pada hari ini dalam mata uang kertas? Untuk itulah dinar dirham kembali diterbitkan oleh WITO dan WIM, yang diedarkan ke penjuru dunia melalui amir-amir nasional dan lokal.
Di Indonesia, di bawah Amirat Indonesia, dinar dan dirham telah kembali diedarkan melalui Wakala Induk Nusantara (WIN) dan jajaran wakalanya, yang saat ini mencapai sekitar 85 wakala. Dengan dinar emas dan dirham perak nisabnya menjadi mudah diketahui, yaitu 20 Dinar emas dan 200 Dirham perak, dengan kewajiban zakat 2.5%, yakni masing-masning 0.5 dinar dan 5 dirham.
Umat Islam, khususnya Muzaki, seharusnya mengikuti ketetapan ini, menggunakan kembali dinar emas dan dirham perak untuk menunaikan zakatnya. Dan siapapun ulama dan ustadz yang menghalang-halangi penggunaan nuqud nabawi ini dalam pembayran zakat dapat dikatagorikan sebagai pelaku makar atau pembangkang zakat. Dulu keadaan seperti ini diperangi oleh Khalifah Abu Bakar. Sekarang siapa yang memerangi pare pembangkang zakat?
Wa Allahu 'alam. [sf]