Lahore, Pakistan, 03 Oktober 2013
Konstitusionalisme Pemecah Belah Islam
Shaykh Umar Ibrahim Vadillo -
Konstitusionalisme berarti menyingkirkan Islam dari kehidupan, dan mewadahi sustem riba sebagai satu-satunya cara hidup.
Terpecah belahnya Dar ul-Islam menjadi negara-negara bangsa yang kecil-kecil selama periode setelah kejatuhan Khilafah Utsmaniah merupakan akibat dramatis dan terencana dari hilangnya kedaulatan politik umat Islam. Dan itu masih terus diderita oleh umat Islam sampai hari ini.
Secara harfiah negara-negara ini diciptakan sekadar dengan cara menarik garis di peta. Lagu-lagu dan bendera kebangsaan yang membangkitkan emosi dan linangan air mata warga yang bersemangat berkobar-kobar, kemudian diciptakan di Barat. Dan itu dibayar dengan harga mahal.
Di bawah label palsu kemerdekaan suatu tatanan konstitusional telah dipaksakan secara legal di atas negara-negara baru tersebut. Konstitusi menjadi template hukum dari tatanan ekonomi yang akan menggantikan Hukum Islam guna mendukung dominasi model riba Barat. Yaitu pengenalan Bank Sentral , Hutang Nasional dan Mata Uang (Kertas) Yang Sah.
Cara-cara bermuamalat secara tradisional dihapuskan, disingkirkan dan diabaikan oleh segolongan elit baru "konstitutionalis" (pendukung konstitusi). Mereka ini yang memimpin proses yang dinamakan kemerdekaan tersebut. Amat penting untuk kita sadari bahwa konsep konstitusionalisme dalam sejarah moden Islam adalah label untuk setiap organisasi anti-Khilafah dan anti-Islam. Terdiri atas oganisasi-organisasi politik yang bekerja untuk menghancurkan Dar al-Islam.
Kelompok-kelompok itu mayoritas dikuasai oleh golongan sekuler, kaum freemason, humanis, dan para kolaborator kaum penjajah (seperti Muhammad Abduh, sang Mufti Inggris di Mesir) dan pengkhianat terang-terangan terhadap Islam (seperti Syed Ahmed dari Aligarh) yang lantas diagungkan di bawah sorotan populis, dan dikultuskan secara hebat, yang melampaui realitas sebenarnya, sebagai "revivalis" (penggerak kebangkitan Islam). Atau, dalam beberapa kesus, bahkan digelari sebagai "Bapak-bapak Bangsa" melalui propaganda negara.
Sekularisme telah tertanam dalam Konstitusi melalui konsep-konsep seperti toleransi beragama ( yang bermakna berakhirnya Hukum Dzimi dan Jizya ), demokrasi, kewarganegaraan, dan perpajakan (sementara zakat ditransformasikan menjadi sedekah sukarela ). Pengakuan konstitusi secara tersirat menvalidasi bahwa Islam resmi yang direstui oleh negara, mulai saat itu, menampilkan formulasi baru Islam di mana sekularisme menjadi bagian integral di dalamnya.
Akibatnya hukum fiqih tradisional yang didasarkan kepada mazhab dihapuskan. Atau, lebih tepatnya, digantikan oleh Konstitusi dan Hukum Negara. [Saripati dari "The Gold Dinar di Pakistan" ]
Dibaca : 3460 kali
lainnya
Index kategori : Artikel
Konstitusionalisme Pemecah Belah Islam
Shaykh Umar Ibrahim Vadillo -
Konstitusionalisme berarti menyingkirkan Islam dari kehidupan, dan mewadahi sustem riba sebagai satu-satunya cara hidup.
Terpecah belahnya Dar ul-Islam menjadi negara-negara bangsa yang kecil-kecil selama periode setelah kejatuhan Khilafah Utsmaniah merupakan akibat dramatis dan terencana dari hilangnya kedaulatan politik umat Islam. Dan itu masih terus diderita oleh umat Islam sampai hari ini.
Secara harfiah negara-negara ini diciptakan sekadar dengan cara menarik garis di peta. Lagu-lagu dan bendera kebangsaan yang membangkitkan emosi dan linangan air mata warga yang bersemangat berkobar-kobar, kemudian diciptakan di Barat. Dan itu dibayar dengan harga mahal.
Di bawah label palsu kemerdekaan suatu tatanan konstitusional telah dipaksakan secara legal di atas negara-negara baru tersebut. Konstitusi menjadi template hukum dari tatanan ekonomi yang akan menggantikan Hukum Islam guna mendukung dominasi model riba Barat. Yaitu pengenalan Bank Sentral , Hutang Nasional dan Mata Uang (Kertas) Yang Sah.
Cara-cara bermuamalat secara tradisional dihapuskan, disingkirkan dan diabaikan oleh segolongan elit baru "konstitutionalis" (pendukung konstitusi). Mereka ini yang memimpin proses yang dinamakan kemerdekaan tersebut. Amat penting untuk kita sadari bahwa konsep konstitusionalisme dalam sejarah moden Islam adalah label untuk setiap organisasi anti-Khilafah dan anti-Islam. Terdiri atas oganisasi-organisasi politik yang bekerja untuk menghancurkan Dar al-Islam.
Kelompok-kelompok itu mayoritas dikuasai oleh golongan sekuler, kaum freemason, humanis, dan para kolaborator kaum penjajah (seperti Muhammad Abduh, sang Mufti Inggris di Mesir) dan pengkhianat terang-terangan terhadap Islam (seperti Syed Ahmed dari Aligarh) yang lantas diagungkan di bawah sorotan populis, dan dikultuskan secara hebat, yang melampaui realitas sebenarnya, sebagai "revivalis" (penggerak kebangkitan Islam). Atau, dalam beberapa kesus, bahkan digelari sebagai "Bapak-bapak Bangsa" melalui propaganda negara.
Sekularisme telah tertanam dalam Konstitusi melalui konsep-konsep seperti toleransi beragama ( yang bermakna berakhirnya Hukum Dzimi dan Jizya ), demokrasi, kewarganegaraan, dan perpajakan (sementara zakat ditransformasikan menjadi sedekah sukarela ). Pengakuan konstitusi secara tersirat menvalidasi bahwa Islam resmi yang direstui oleh negara, mulai saat itu, menampilkan formulasi baru Islam di mana sekularisme menjadi bagian integral di dalamnya.
Akibatnya hukum fiqih tradisional yang didasarkan kepada mazhab dihapuskan. Atau, lebih tepatnya, digantikan oleh Konstitusi dan Hukum Negara. [Saripati dari "The Gold Dinar di Pakistan" ]
Dibaca : 3460 kali
lainnya
- Bersyiar dengan Kasih Sayang
- Jerat Utang Runtuhkan Khilafah
- Fulus di Zaman Khalifah Umar ibn Khattab
- Bank Syariah, Serigala Berbulu Domba
- Rahasia Kemenangan Kaum Yang Sedikit
Index kategori : Artikel
© WAKALA INDUK NUSANTARA DISCLAIMER SITEMAP SITE INFO