Depok, 01 Maret 2013
MUI Harus Turut Bertanggung Jawab
Penipuan berkedok investasi emas terungkap dengan kerugian sampai Rp 10 triliun. Majelis Ulama Indonesia memberikan sertifikasi kehalalan.
Terungkapnya kasus penipuan dengan modus investasi emas, sebagaimana yang dilakukan oleh PT Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS), boleh jadi hanyalah puncak gunung es dari penipuan sejenis. Karena itu pihak kepolisian harus secepatnya membongkar praktek serupa yang sudah berkali-kali terjadi, dan melacak kemungkinan munculnya kasus serupa di masa datang. Jumlah korban dan nilai material kasus ini sangat besar. Apalagi bisnis kotor ini diembel-embeli dengan klaim "Syariah".
"Dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memberikan rekomendasi atau sertifikasi kehalalan praktek bisnis busuk ini harus ikut bertanggung jawab. Sepengetahuan saya MUI memberikan sertifikasi halal pada bisnis semacam ini sebagai 'Perdagangan Emas'. Tetapi, sejak awal MUI sudah bisa mengetahui, bahwa konsep bisnis yang ditawarkan oleh perusahaan seperti ini bukanlah jual beli atau perdagangan emas," ujar Pak Zaim Saidi.
Pada jual beli emas akan terjadi peralihan hak dan pemilikan, serta penguasaan, di mana si pembeli akan memegang barangnya, dalam hal ini emas. Dalam produk investasi semacam ini pembeli tidak pernah menerima emasnya. Dalam jual beli juga tidak ada sekema tabungan. Apalagi tabungan (emas) ini dijanjikan diberikan imbalan, 1-2.5% atau lainnnya, sebagai keuntungan. Dari segi harga pun sudah di -mark up sebegitu tingginya dibandingkan dengan harga pasaran. Ini semua sudah bisa diketahui sejak sangat awal. Dan semuanya, menurut Pak Zaim, bertentangan dengan syariah.
MUI begitu mudahnya memberikan sertifikasi tanpa menelaah substansi yang ditawarkan itu. Karena itu MUI harus turut mempertanggungjawabkan peristiwa ini. MUI harus menginformasikan kepada masyarakat nama perusahaan-perusahaan sejenis lainnya yang mungkin sudah mendapatkan sertifikasi serupa. Sebab sertifikasi ini dijadikan daya tarik oleh perusahaan bersangkutan, sedang masyarakat mempercayai MUI, tapi terbukti sangat merugikan.
Masyarakat juga harus memahami bahwa emas bukanlah alat investasi. Emas adalah uang yang harus dijadikan sebagai alat tukar dalam transaksi. Dan karena itu bentuk yang paling tepat dari emas adalah koin dengan standar yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW yaitu koin Dinar. Koin Dinar ini kemduain dipakai untuk membayar zakat dan transaksi sehar-hari.(001)
Dibaca : 2160 kali
lainnya
Index kategori : Berita
MUI Harus Turut Bertanggung Jawab
Penipuan berkedok investasi emas terungkap dengan kerugian sampai Rp 10 triliun. Majelis Ulama Indonesia memberikan sertifikasi kehalalan.
Terungkapnya kasus penipuan dengan modus investasi emas, sebagaimana yang dilakukan oleh PT Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS), boleh jadi hanyalah puncak gunung es dari penipuan sejenis. Karena itu pihak kepolisian harus secepatnya membongkar praktek serupa yang sudah berkali-kali terjadi, dan melacak kemungkinan munculnya kasus serupa di masa datang. Jumlah korban dan nilai material kasus ini sangat besar. Apalagi bisnis kotor ini diembel-embeli dengan klaim "Syariah".
"Dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memberikan rekomendasi atau sertifikasi kehalalan praktek bisnis busuk ini harus ikut bertanggung jawab. Sepengetahuan saya MUI memberikan sertifikasi halal pada bisnis semacam ini sebagai 'Perdagangan Emas'. Tetapi, sejak awal MUI sudah bisa mengetahui, bahwa konsep bisnis yang ditawarkan oleh perusahaan seperti ini bukanlah jual beli atau perdagangan emas," ujar Pak Zaim Saidi.
Pada jual beli emas akan terjadi peralihan hak dan pemilikan, serta penguasaan, di mana si pembeli akan memegang barangnya, dalam hal ini emas. Dalam produk investasi semacam ini pembeli tidak pernah menerima emasnya. Dalam jual beli juga tidak ada sekema tabungan. Apalagi tabungan (emas) ini dijanjikan diberikan imbalan, 1-2.5% atau lainnnya, sebagai keuntungan. Dari segi harga pun sudah di -mark up sebegitu tingginya dibandingkan dengan harga pasaran. Ini semua sudah bisa diketahui sejak sangat awal. Dan semuanya, menurut Pak Zaim, bertentangan dengan syariah.
MUI begitu mudahnya memberikan sertifikasi tanpa menelaah substansi yang ditawarkan itu. Karena itu MUI harus turut mempertanggungjawabkan peristiwa ini. MUI harus menginformasikan kepada masyarakat nama perusahaan-perusahaan sejenis lainnya yang mungkin sudah mendapatkan sertifikasi serupa. Sebab sertifikasi ini dijadikan daya tarik oleh perusahaan bersangkutan, sedang masyarakat mempercayai MUI, tapi terbukti sangat merugikan.
Masyarakat juga harus memahami bahwa emas bukanlah alat investasi. Emas adalah uang yang harus dijadikan sebagai alat tukar dalam transaksi. Dan karena itu bentuk yang paling tepat dari emas adalah koin dengan standar yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW yaitu koin Dinar. Koin Dinar ini kemduain dipakai untuk membayar zakat dan transaksi sehar-hari.(001)
Dibaca : 2160 kali
lainnya
- Redenominasi: Menjelang Hilangnya Nilai Rupiah Kita
- LIBUR OPERASIONAL IDUL FITRI 1435 H
- YA SALIM Baking Soda, Pengguna jadi Pengusaha
- Muamalah dalam Amal Nyata Bersama JAWARA
- Marhaban Rakhafa, JAWARA dan Wakala Baru di Bogor
Index kategori : Berita
© WAKALA INDUK NUSANTARA DISCLAIMER SITEMAP SITE INFO