Kebangkitan Kaum Pengusaha Dhuafa
Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia
Siapa bilang orang miskin tidak bisa jadi pengusaha? Dengan modal kecil, kaum dhuafa di Jakarta Utara bangkit membangun kewirausahawanan.

Itulah cara berdagang para sahabat Nabi ketika mereka terpuruk secara finansial di Madinah, tahun 1-4 Hijriyah. Banyak sahabat Nabi, sallalahu alayhi wa sallam, ketika memulai berdagang setelah hijrah, dengan modal yang sangat kecil. Hanya menjual beberapa Sha kurma atau gandum.
Ketika Abdurrahman bin Auf menginjakkan kakinya di Madinah, beliau hanya minta di tunjukan letak pasar. Dan dengan modal awal beberapa dirham, beliau memulai jualan minyak samin atau zaitun. Tak begitu lama berselang, Abdurrahman bin Auf melamar seorang Muslimah dengan mahar 1 dinar. Beliau termasyur sebagai sorang sahabat Nabi yang sangat dermawan, setiap kali beliau berinfaq dan shadaqoh, setiap kali itu pula hartanya justru semakin bertambah. Ketika beliau wafat, Abdurrahman bin Auf mewariskan kepada empat istrinya, masing-masing 70.000 dinar, atau sekitar Rp 129 milyar, bila dihitung dengan rate hari ini.
Shodaqoh Jariyah Menolong Kaum Dhuafa
Di tengah suasana pembagian zakat mal sebesar 10 dirham dari Muzaki Bpk H.Agam (5 dirham) dan ibu Vera (5 dirham) kepada personil Istana Dhuafa, Koja, Jakarta Utara (5/7/2011), semangat dan tekad untuk merubah derajat dari Mustahik menjadi Muzaki semakin kuat, Caranya, mereka berupaya menjadi pengusaha, dan menggunakan dirham juga dinar sebagai modalnya

Tak mau ketinggalan, Pak Tatang Buchori - drop point Wakala Keluarga Madani (eks al Faqi) membuat industri rumahan juga, dengan produk sabun mandi. Begitu pula penulis sendiri sedang membuat usaha manisan buah dan syirup buah tanpa bahan kimia. Tekad kami, membuat produk yang halal dan aman bagi kesehatan, tentu dengan kualitas bagus, namun dengan harga murah, agar mampu bersaing dengan produk kapitalis.
Pak Yusuf, pengelola Anamart pun menasihati, apapun bisa kita produksi, tetapi yang penting, kita harus bisa menjualnya. Untuk membuka pangsa pasar dari produk-produk tersebut , kami sepakat membuat pasar keliling Kafilah Fatahilah, tentunya sebagai anggota Jawara Dinar. Dan kami akan mengajak pedagang pasar keliling tradisional yang masih ada disekitar Jakarta Utara.
Untuk modal usaha, bisa dimodali sendiri, dengan melakukan syirkah, qiradh, atau memjalankan waqaf produktif. Berbekal sedekah sebanyak 40 dirham dari Baitul Mal Nusantara (diberikan oleh Amir Zaim Saidi), dan 10 dirham dari Ibu Aurolla, beberapa keluarga, Insya Allah mampu berwirausaha.
Inilah saatnya kita semua bangkit untuk berwirausaha. Jangan kuatir untuk memulai usaha. Sebagai Muslim, jangan pernah berharap untuk menjadi kuli dan budak dari sistem kapitalis. Para dermawan yang ingin membantu membangkitkan kewirausawahanan Islam ini memberikannya dalam berbagai bentuk, seperti qordul hasan atau sumbangan sedekah. Baik langsung kepada para calon usahawan tersebut, atau melalui Baitul Mal Nusantara (BMN)